Jumat, 28 Agustus 2009

Filosofi Udang

Mengandalkan kemajuan teknologi adalah senjata Israel dalam berbagai konflik di wilayah Timur Tengah. Tidak terkecuali dalam menghadapi pejuang Hamas. Bagaimana tidak, untuk membandingkan minimal menyejajarkan antara roket Qassam atau roket Grad dengan pesawat tempur F-16 milik Israel, hampir tidak ada celah untuk ditemukan. Jelas roket Qassam atau roket Grad bukan senjata untuk merontokkan pesawat tempur, tetapi senjata atas sasaran permukaan ini dapat ditujukan untuk mengganggu kepentingan Israel. Dengan demikian wajar bila Israel marah.

Kemarahan ini selalu dijawab dengan memanfaatkan teknologi. Berbagai kasus memaksa militer Israel harus berperang atau terlibat dalam aksi militer. Tengok saja tatkala Israel harus mengambil dataran tinggi Golan, atau tatkala Israel terpaksa harus mengevakuasi warganya dari Uganda serta operasi militer Israel ke Irak guna menghancurkan reaktor nuklir. Semuanya didasari atas kemampuan teknologi dengan mengeyampingkan faktor lain baik politik, ekonomi, sosial bahkan hubungan antar negara. Berbagai rambu, aturan, kesepakatan bahkan norma hidup bertetangga dilanggar, yang penting bagi Israel adalah "mission accomplished".

Itulah Israel yang selalu merasa tertekan dan terjepit sehingga akan memaksa negeri kecil ini harus mampu menjawab tantangan alam di sekitar. Kecilnya Israel telah disadari sejak dulu. Bila kita paham akan salah satu pepatah bahasa Ibrani yang berbunyi "Katan ma Sukan" bermakna Kecil tetapi Berisi. Memang Israel sadar kalau kecil dan mereka sadar kalau tidak bisa besar namun harus berisi.

Ibaratnya binatang, Israel seperti seekor udang di tengah kelompok singa dan rajawali serta binatang buas lainnya. Tetapi sang udang harus berbuat sesuatu agar tidak dimakan binatang lainnya. Untuk itulah mereka berbuat agar singa atau rajawali tahu bahwa udang tersebut adalah udang beracun. Udang tidak dapat membunuh singa atau rajawali tetapi mereka juga tidak mau memakan udang beracun itu. Sang udang beracun akan selalu selamat di tengah kehidupan binatang lainnya meskipun mereka lapar, toh kalau makan tidak akan menyentuh udang beracun tersebut. Cerita rakyat tentang udang beracun ini selalu menjadikan bangsa Ibrani mampu bertahan ditengah kerasnya hidup di kawasan Timur Tengah.

Berbagai upaya dan pelatihan militer mengacu pada filosofi udang beracun, termasuk taktik pertempuran, terlebih pertempuran yang melibatkan kekuatan udara. Kebebasan pengembangan taktik diserahkan kepada prajurit di lapangan. Jenderal Israel sadar bahwa prajurit lah yang lebih tahu kondisi lapangan saat itu. Penghargaan atas inisiatif prajurit telah menjadikan kekuatan militer Israel menjadi kekuatan yang cukup andal.